Pages

Blogger news

Minggu, 05 Agustus 2012

Smartphone Murah review dan spesifikasi

Harga Smartphone murah Rp. 1 jutaan. sudah bisa mendapatkan smartphone dengan fitus yang sangat menarik, bedah digital mengulas beberapa smartphone dengan harga ringan. Namun sekarang ini nama tersebut tidak lagi dimonopoli oleh para kalangan the have, mereka sudah turun kekelas menengah kebawah.
Kini kata smartphone sudah tidak asing, bahkan tidak hanya oleh kelas sosial, bahkan kelas usia pun tidak ketinggalan, pastinya anda pernah melihat anak SD dan SMP menggenggam ponsel seperti BB atau iPhone.Efeknya pabrikan-pabrikan ponsel juga menargetkan kalangan menengah kebawah, seperti contohnya Mito T500 dan Mito 999, harga murah namun berbasis Android.
Akan tetapi Mito tidak sendirian, karena pabrikan-pabrikan ternama lainnya seperti Samsung, LG, BlackBerry juga meluncurkan perangkat komunikasi pintar dengan harga 1 jutaan untuk pasar menengah kebawah.
Dan di artikel ini saya akan sharing ponsel-ponsel tersebut untuk anda. Maka silahkan dinikmati yah.

5 Harga Smartphone Murah Rp 1 Jutaan
  1. Samsung Galaxy Pocket =Galaxy Pocket Samsung. Kamu dapat memboyong ponsel pintar ini cukup dengan harga sekitar 1.2 juta. Ia merupakan seri lanjutan dari Galaxy Y. Berbasis Android.
  2. BlackBerry Gemini (Curve 8520).Usia BB ini sejak pertama kali dirilis sudah lebih dari 2 tahun. Saat itu dibandrol sekitar Rp. 2 jutaan. Namun karena popularitas BlackBerry masih kuat di tanah air, sehingga pantas jika ponsel ini saya promosikan juga terlebih lagi harga sekitar sudah turun sekitar Rp. 1.5 jutaan. (lihat harga BB Torch).
  3. LG C600 Optimus Pro =Dibanding Samsung, LG memang rada tenggelam namanya namun bukan berarti ponsel-ponsel besutan pabrikan Korea ini bisa di anggap sebelah mata. Semenjak mereka memutuskan membenamkan OS Android kedalam produk smartphone mereka selalu diperhitungkan.Mereka juga merilis sebuah ponsel pintar murah, LG C600 Optimus Pro yang bisa kamu dapatkan dengan harga Rp 1.6 juta.
  4. Huawei Ideos X3. Vendor China tidak mau kalah dalam persaingan ponsel pintar, mereka tergolong aktif dalam memproduksi ponsel berbasis Android. Salah satunya Huawei. Di ponsel pintar murah ini saya ingin bagikan info Ideos X3 dengan harga Rp. 1.6 juta menggunakan sistem operasi Android 2.3 Gingerbread.
  5. Motorola Fire XT530. Mungkin ini pertama kali mendengar namanya, namun bukan berarti ponsel ini terkubur popularitasnya karena tidak ada hal oke yang dapat ditawarkan. Ponsel ini sepenuhnya touchscreen, tanpa navigasi fisik apapun, sehingga layar seluas 3.5 inci ponsel ini terlihat amat lega. Di samping itu, sebuah ponsel biasanya dinilai dari besaran megapiksel kamera, hmm 5MP akan kamu dapatkan dari ponsel seharga Rp.1.3 juta ini.

Itulah 5 Smartphone Murah seharga 1 jutaan yang bisa saya share di postingan kali ini, Untuk Anda yang butuh INfo Tentang Rute Banyuwangi Bali atau Cara Membuat Facebook bagi pemula bisa di baca di related post Bedah Digital.

Selasa, 23 Agustus 2011

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

Manusia adalah mahkluk, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan , bina hubungan interpersonal yang positif.

I. Pengertian
Dibawah ini ada beberapa pengertian menurut tokoh tokoh antara lain ;
Stuart and Sudden (1998)
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan.

Rogers
Karakteristik hubungan yang sehat : terbuka, menerima orang lain sebagaisebagai orang yang mempunyai nilai sendiridan adanya rasa empati.

Gangguan hubungan social
Pengertian:
Keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak cukup atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial (Townsend,1998)

II. RENTANGAN RESPONDEN SOSIAL

R. Adapati R. Maladapatif

Sosial Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan

(Stuart and Sundeen,hal 441)


PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONDEN SOSIAL MALADAPTIF

Perilaku Karakteristik
Manipulasi Orang lain diperlakukan seperti obyek hubungan terpusat pada masalah pengendalian individu, berorientasi pada diri sediri atau pada tujuan, bukan berorintasi pada orang lain.
Narkisisme Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
Inplusif Mendapatkan penghargaan, pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung. Tak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman , penilaian yang buruk tidak dapat diandalkan


Perilaku menarik diri :
Adalah usaha menghidari interaksi dengan orang lain dimana individu merasa bahwa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan membagi rasa, fikiran, prestasi / kegagalan, ia mempunai kesulitan berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.


III. KARAKTERISTIK PERILAKU MENARIK DIRI
. Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan / minum berlebihan
. Berat badan menurun /meningkat dratis
. Kemunduran kesehatan fisik
. Tidur berlebihan
. Tingal ditempat tidur dalam waktu yang lama
. Banyak tidur siang
. Kurang bergairah
. Tak mempedulikan lingkungan
. Aktivitas menurun
. Mondar – mandir / sikap mematung, melakukan gerakan secra berulang (jalan mondar mandir)
. Menurunnya kegiatan seksual


TUGAS PERKEMBANGAN BRHUBUNGAN DENGAN
PERTUMBUHAN INTERPERSONAL

Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan landasan percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak tergantung pada orsng tua
Masa dewasa muda Menjadi saling tergantung dengan orang tua, teman, menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima
Masa dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya.


IV. FAKTOR – FAKTOR PENCETUS GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL.
1. Faktor perkembangan
. Gangguan dalam pencapaian tingkat perkembangan
. Sistem kelarga yang terganggu
. Norma keluarga kurang mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2. Faktor biologik
. Genetik, neurotransmiter masih perlu penelitian lebih lanjut.
3. Faktor sosio cultural
. Isolasi akibat dari norma yang tidak mendukng
. Harapan yang tidak realistic terhadap hubungan

V. STRESSOR PENCETUS
1. Stressor sosio cultural
. Menurunya satabilitas unit keluarga
. Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
2. Stresor psikologik
• Ansietas berat yang berkepenjangan dengan keterbatasan untuk mengatasi.

VI. SUMBER KOPING
• Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.
• Hubungan dengan hewan peliharaan
• Gunakan kreatifitas utuk mengekspresikan stress interpersonalseerti kesenian,musik,tulisan.

VII. MEKANISME KOPING
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
. Poyeksi
. Pemisahan
. Merendahkan orang lain
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian “border line”
. Pemisahan
. Reaksi formasi
. Proyeksi
. Isolasi
. Idealisasi orang lain
. Merendahkan orang lain


LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Fraktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang
harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri
Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuyhi akan menghambat tahap
Perkembangan selanjutnya dan dapat terjadi gangguan hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadi
nya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (
double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan
pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk
berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan factor
pendukung untuk terjadinaya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya
misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain.

2. Faktor predisposisi
a. Struktur sosial budaya
Stres yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya antara lain keluarga yang
labil, berpisah dengan orang yang terdekat/berarti, perceraian dan lain-lain.
b. Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitary ) menyebabkan
turunya hormon FSH dan LH. Kondisi ini terdapat pada pasien skizofrenia.
c. Hipotesa virus
Virus HIV dapat menyebabkan prilaku spikotik.
d. Model biological lingkungan sosisal
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress pada
saat terjadinya interaksi dengan interaksi sosial.
e. Stressor psikologik
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan menyelasaikan
kecemasan tersebut.

3. Prilaku
a. Tingkah laku yang berhubungan dengan curiga
1. Tidak mampu mempercayai orang lain.
2. Bermusuhan.
3. Mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
1. Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
2. Kurang asertif
3. mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Harga diri rendah
5. Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
1. Hubungan interpersonal yang dangkal
2. Rendahnya motifasi untuk berubah
3. Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
1. Hubungan dengan orang lain sangat stabil
2. Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
3. Susunan hati yang negatif (depresif)
4. Prestasi yang rendah
5. Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
6. Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
1. Kurang spontan
2. Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
4. Tidak mau komonikasi verbal
5. Mengisolasi diri
6. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
7. Kebutuhan fisiologis terganggu
8. Aktivitas menurun
9. Kurang energi, harga diri rendah, postur tubuh berubah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang berubungan dengan hubungan sosial. Diagnosa menurut NANDA :
1. Resiko terjadi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan menarik diri
2. Koping keluarga inefektif
3. Koping indifidu inefektif
4. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
5. Perubahan proses berfikir
6. Isolasi sosial berhubungan dengan kemampuan hubungan sosial inadekuat
7. Ganggiuan persepsi (harga diri rendah) berhubungan dengan persepsi keluarga nonrealistik dalam berhubungan.
8. Menarik diri berhubungan dengan waham curiga.
9. Kebersihan diri kurang berhubungan dengan kurang energi
10. Gangguan hubungan sosial berhubungan dengan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
11. Menurunya aktivitas motorik berhubungan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
12. Potensial defisit cairan berhubungan dengan tidak mau merawat diri.
13. Gangguan komonikasi verbal
14. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan menarik diri

C. PERENCANAAN
Ada beberapa prinsip rencana asuhan keperawatan dengan klien gangguan hubungan sosial, antara lain :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3. Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan kepuasan timbal balik :
• Beri penguatan dan kritikan yang positif
• Jangan perhatikan klien saat manipulatif/ekploratif,konfrontasi
• Bertindak sebagai model peran, latih prilaku
• Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
• Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
• Hindari ketergantungan klien
• Kembangkan hubungan terapeutik dengan klien “bukan anda”, tetapi perilaku anda yang tidak dapat diterima.
4. Perhatikan kebutuhan ADL klien
5. Libatkan dalam kegiatan ruangan.
6. Ciptakan lingkungan terapeutik
7. Terapi somatic
8. Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

D. PELAKSANAAN
Pelaksanaan sesuai dengan rencana keperawatan yang ada dan dilakukan di lapangan

E. EVALUASI
Klien mengadakan hubungan interpersonal yang efektif, dapat bekerjasama dengan perawat dan keluarga, klien dapat menggunakan sumber koping yang adekuat.

HALUSINASI DENGAR

HALUSINASI DENGAR


1. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar

II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensoriyang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi (Beck dan Wiliam, 1980).
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 1984).
B. Tanda dan gejala
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut
1. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
C. Penyebab :
Isolasi sosial menarik diri
1. Pengertian
Menarik diri merupakan gangguan dengan menarik diri dan orang lain yang di tandai dengan isolasi diri (menarik diri) dan perawatan diri yang kurang.
2. Penyebab
a. Perkembangan
Sentuhan,perhatian,kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Harga diri rendah
3. Tanda dan gejala
Tanda gejala menarik diri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain
a. Aspek fisik
1) Penampilan diri kurang.
2) Tidur kurang.
3) Keberanian kurang.
b. Aspek emosi
1) Bicara tidak jelas.
2) Merasa malu.
3) Mudah panik.
c. Aspek sosial
1) Duduk menyendiri
2) Tampak melamun
3) Tidak peduli lingkungan
4) Menghindar dari orang lain
d. Aspek intelektual
1) Merasa putus asa
2) Kurang percaya diri

D. Akibat
Resiko mencederai orang lain dan diri sendiri
1. Pengertian
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya maupun orang lain di sekitarnya (Town send, 1994)
2. Penyebab
a. Halusinasi
b. Delusi
3.Tanda dan gejala
a. Adanya peningkatan aktifitas motorik
b. Perilaku aktif ataupun destruktif
c. Agresif

III. POHON MASALAH



IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
A. Data Obyektif .
Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti di bawah ini
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,tembok dll
3) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara
4) Tidur kurang/terganggu
5) Penampilan diri kurang
6) Keberanian kurang
7) Bicara tidak jelas
8) Merasa malu
9) Mudah panik
10) Duduk menyendiri.
11) Tampak melamun.
12) Tidak peduli lingkungan.
13) Menghindar dari orang lain.
14) Adanya peningkatan aktifitas motorik.
15) Perilaku aktif ataupun destruktif.

B. Data Subyektif
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar.
B. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar berhubungan dengan adanya isolasi sosial : menarik diri.

VI. FOKUS INTERVENSI .
A. Diagnosa 1 . Resiko menciderai diri sensiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan sensori : Halusinasi dengar .
TUM : Klien tidak menciderai orang lain .
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil - Ekspresi wajah bersahabat.
- Menunjukan rasa senang.
- Ada kontak mata atau mau jabat tangan.
- Mau mrnyrbutkan nama.
- Mau menyebut dan menjawab salam.
- Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuan dasar klien.
Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

TUK :2. Klien dapat mengenal halusinasi dengan kriteria hasil:
a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnuya halusinasi.
b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasi.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa yang sedang terdengar.
2) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak melihatnya.
3) Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien.
4) Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien
1) Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

TUK : 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.
- Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
- Klin dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus halusinasi.
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian. Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi.
1) Katakan “ saya tidak mau dengar kamu”
2) Menemui orang lain untuk bercakap-cakap.
3) Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
4) Meminta perawat /teman/keluarga untuk menyapa jika klien melamun.
Rasional: memberi alternative pikiran bagi klien
d. Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap. Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara pengendalian halusinasi.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi realita klien.

TUK : 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil:
- Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi. Rasional: untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang
1). Gejala halusinasi yang dialami klien.
2). Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus halusinasi.
3). Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan jangan biarkan sendiri.
4). Beri informasi tentang kapan pasien memerluakn bantuan.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi.

TUK: 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik. Dengan kriteria hasil :
- Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
- Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat
- Klien dapat memahami akibat pemakaina obat tanpa konsultasi
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat.
Intervensi:
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
b. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat obat dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional ; dengan mengetahui efek samping obat klien tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d. Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.
Rasional: Pengobatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
e. Bantu klien menggunakan prinsip lama benar.
Rasional: dengan mengetahui prinsip maka kemandirian klien tentang pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.










DAFTAR PUSTAKA

1. Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition . Lippincot . Philadelphia .

2. Carpenito , Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta .

3. Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition . Lippincott. Philadelphia .

4. Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC. Jakarta.

5. Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .

6. Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan Construction . Edisi 3 . EGC. Jakarta.


askep DELIRIUM

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN DELIRIUM

I. KONSEP DASAR

A. Pendahuluan
Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaa ini dapat digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbuk karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan ganggua kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku yang regresif, hiudp perasaan tidak sesuai , berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan halusinasi.

Menninger telah menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik :
1. Perasan sedik, bersalah dan tidak mampu yang mendalam
2. keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorilk yang berlebihan
3. regresi ke otisme manerisme pembicaran dan perilaku, isi pikiran yanng berlawanan, acuh tak acuh terhadap harapan sosial.
4. preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecendrungan membela diri atau rasa kebesaran
5. keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi.

B. Pengertian
Delirium adalah sindroma otak organik karena fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yan menghambat mnetabolisme otak.

C. Gejala
Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif).

Gejala-gejala lainnya penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panik, adanya klien yan terutama halusinasi dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkohern.

Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya.

D. Psikopatologi
Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkan sudah sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya). Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Jika disebabkan oleh proses yang langsung menyerang otak , bila proses itu sembuh maka gejala-gejalanya tergantung pada besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala neurologik dan atau gangguan mental dengan gejala utama gangguan intelegensi. Bisa juga didapatkan adanya febris. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.

E. Penatalaksanaan
a. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
b. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia.
c. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
d. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
e. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi.
f. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.


II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).

4. Pemeriksaan fisik
Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

5. Psikososial
a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .
b. Konsep diri
• Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit.
• Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
• Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
• Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
• Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

d. Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

6. Status mental
a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya sendiri.
b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.

d. Alam perasaan
Klien nampak ketakutan dan putus asa.

e. Afek dan emosi.
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.

f. Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.

g. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

h. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

i. Tingkat kesadaran
Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

j. Memori
Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu).

k. Tingkat konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi

l. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.


7. Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.

8. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

9. Dampak masalah
a. Individu
• Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam melakukan kegiatas sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti pakaian.
• Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri, harga diri rendah, merasa tidak berarti, tidak berguna dan putus asa sehingga klien perlu diisolasi.
• Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan pada keluarga atau oorang yang merawat cukup tinggi, sehingga menimbulkan stres fisik.

10. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
b. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan cara mengekspresikan secara konstruktif.
c. Perubahahn proses berpikir berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mempercayai orang
d. Risiko terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emoosional yang meningkat.
e. Kesukaran komunikasi verbal berhubungan dengan pola komunikasi yang tak logis atau inkohern dan efek samping obat-obatan, tekanan bicara dan hiperaktivitas.
f. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.
g. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun
h. Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperaktivitas, respon tubuh pada halusinasi.
i. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi.
B. Rencana Tindakan
a. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
Batasan kriteria :
Sasaran jangka pendek :
Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaprkan pada perwat agasr dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
Sasaran jangka panjang :
Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)
2. Ciptakan lingkungan psikososial :
• sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat)
• Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai.
• Tunjukkan perwat yang bertanggung jawab
3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)


4. Kembangkan orientasi kenyataan :
• Bantu kien untuk mengenal persepsinya
• Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya
• Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi an daya orientasi
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
• Kajiu halusinasi klien
• Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi.
7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek samping obat). 1. Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.


2. Lingkungan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemampuan perasaan kenyataan.





3. Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman
4. Klien perlu dikembangkan kemampuannya untuk menilai realita secara adequat agar klien dapat beradaptasi dengan lingkungan.Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

5. Klien halusinasi pada faase berat tidak dapat mengontrol perilakunya. Lingkungan yang aman dan pengawasan yang tepat dapat mencegah cedera.


6. Klien yang sudah dapat mengontrol halusinasinya perlu sokongan keluarga untuk mempertahnkannya.

7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emosional yang meningkat.
Batasan kriteria :
Penurunan berat badan, konjunctiva dan membran mukosa pucat, turgor kulit jelek, ketidakseimbangan elktrolit dan kelemahan)
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mencapai pertambahan 0,9 kg t hari kemudian
Hasil laboratorium elektrolit sserum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu
Sasaran jangka panjang :
Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor masukan, haluaran dan jumlah kalori sesuai kebutuhan.
2. timbang berat badan setiap pagi sebelum bangun
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan.

4. Kolaborasi
• Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalam porsi yang cukup sesuai dengan kebutuhan
• Pemberian cairan perparenteral (IV-line)
• Pantau hasil laboraotirum (serum elektrolit)


5. Sertakan keluarga dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan kebutuhan fisiologis lainnya) 1. Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan mempertahankan keamanan klien.
2. Kehilangan berat badan merupakan informasi penting untuk mengethui perkembangan status nutrisi klien.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi nutrisi yang baik untuk kesehatan.
4. Kolaborasi :
• Klien lebih suka menghabiskan makan yang disukai oleh klien.

• Cairan infus diberikan pada klien yang tidak, kurang dalam mengintake makanan.
• Serrum elektrolit yang normal menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.
5. Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adequat.




c. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.
Batasan kriteria :
Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komnuikasi yang tidak realistik, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi yang dangkal.
Sasaran jangka pendek :
Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1 minggu.
Sasaran jangka panjang :
Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
- bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
- tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
- tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien.
Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi klien.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi. 1. Lingkungan fisik dan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemmapuan klien terhadap kenyataan.





2. hal ini akan membuat klien merasa menjado orang yang berguna.


3. kesadran diri yang meningkat dalam hubungannya dengan lingkungan waktu, tempat dan orang.
4. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi

d. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun
Batasan kriteria :
Kemauan yang kurang untuk membersihkan tubuh, defekasi, be3rkemih dan kurang minat dalam berpakaian yang rapi.
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu
Sasaran jangka panjang :
Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan kien.
2. Dukung kemandirina klien, tetapi beri bantuan kien saat kurang mampu melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuan mandiri.

4. Perlihatkan secara konkrit, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut kien sulit untuk dilakukaknya.
1. Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga diri.

2. Kenyamanan dan keamanan klien merupakan priotoritas dalam keperawatan.

3. Penguatan positif akan menignkatakan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Karena berlaku pikiran yang konkrit, penjelasan harus diberikan sesuai tingkat pengetian yang nyata.

e. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi.
Batasan kriteria :
Adanya pertanyaan kurangnya pengetahuan, permintaaan untuk mendaptkan informasi dan mengastakan adanya permaslah yang dialami kien.
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mengatakan efek terhadap tubuh yang diikuti dengan implemetasi rencana pengjaran.
Sasaran jangka panjang :
Klien dapat mengatan pentingnya mengetahui dan kerja sama dalam memantau gejala dan tanda efek samping obat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Tetaplah bersama klien ketika minum obat antipsikotik

3. Amati klien akan adanya EPS, 4. Pantau keluaran urine,dan glukosa urine




4. Beritahu klien bahwa dapat terjadi perubahan yang berkaitandengan fungsi seksual dan menstruasi. 1. Hipotensi ortostatik mungikn terjadi pada pemakain obat antipsikotik, Pemeriksaan tekanan darah dalam posisi berbaring, dudujk dan berdiri.
2. Beberapa klien mungkin menyembusnyikan oabt-obat tersebut.
3. distonia akut (spame lidah, wajah, leher dan punggung), akatisia (gelisah, tidak dapat duduk dengantenag, mengetuk-negetukan kaki,pseudoparkinsonisme (tremor otot, rifgiditas, berjalan dengan menyeret kaki) dan diskinesia tardif (mengecapkan bibir, menjulurkan lidah dan gerakan mengunyah yang konstan).
4. Wanita dapat mempunyai periode menstruasi yang tidak teratus atau amenorhea dan pria mungkin mengalmi impotens atau ginekomastik.


Senin, 04 Juli 2011

askep KISTA COLEDOCAL

KISTA COLEDOCAL

Patofisiologi
Ada berbagai penjelasan dan klasifikasi kista coledocal berdasarkan pada lokasi dan anatomi. Klasifikasi yang paling membantu dibuat oleh Todani yang dimodifikasi dari klasifikasi yang disusun oleh Alonsolej. Jenis pertama ditandai oleh adanya penggabungan (fusiformis) dilatasi duktus bilier tempat duktus kista masuk (paling lazim). Kista coledocal dianggap merupakan gambaran awal dari kelainan sistem bilier pankretikus. Beberapa keadaan yang sering berkaitan dengan kista coledocal adalah keadaan jungta anomali duktus pankreatikus dan duktus bilier besar, stenosis duktus bilier bagian distal, dilatasi duktus intra hepatik. Ketidaknormalan histologi duktus bilier besar dan ketidaknormalan histologi hepar dari normal sampai sirosis hepatis. Gambaran-gambaran ini terjadi dalam beberapa tahapan dan kombinasi perubahan anatomi dan malformasi.

Etiologi
Penyebab kista coledocal masih diperdebatkan. Salah satu penjelasan yang dapat diterima dan dijelaskan oleh Babbit. Ia menyatakan adanya pertautan antara duktus bilier pakreatikus secara tidak normal dengan pembentukan suatu “saluran” kemana sekresi enzim pankreas dikeluarkan akibat dinding duktus bilier menjadi rapuh oleh adanya pengerusakan enzim secara bertahap yang menyebabkan dilatasi, peradangan dan akhirnya terbentuklah kista. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua kasus kista coledocal menunjukkan terbentuknya “saluran”.
Kista coledocal lebih lazim terjadi pada wanita dari pada pria (4 : 1). Gejala yang lazim disebut classic symptom compleks diuraikan pada manifestasi klinik.

Manifestasi Klinik
Perawat penting mengetahui manifestasi klinik dari kista coledocal, dimana informasi diperoleh saat melakukan pengkajian.
Tanda-tanda yang umum kista coledocal yang disebut clssic sympton copleks meliputi nyeri, adanya massa, kuning yang dialami kurang dari setengah penderita. Tanda yang lebih sering nampak adalah nyeri abdomen yang sering kambuh setelah beberapa bulan atau tahun. Biasanya hanya sedikit yang menunjukan penyakit kuning. Apabila kondisi tetap berlangsung , dapat terjadi colangitis, serosis dan hipertensi portal.

Test diagnostik
Kista coledocal pada bayi atau janin dapat dideteksi dengan ultrasonik maternal antenatal. Pada orang dewasa dilakukan ultrasonografi dan computerized axial tomografi. Endoscopic retrogrde echolangiospancreatography (ERCP) dilakukan pada pasien bila hasil prosedur noninfasiv kurang jelas.

Diagnosa Keperawatan
Menurut Spark (1991), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan kista coledocal adalah :
1. Nyeri
2. Gangguan kosep diri
3. Perubahan nutrisi
4. Gangguan pertukaran gas

Intervensi
1. Intervensi Medis
Tindakan pembedahan meliputi drainage internal melalui systerectomy dan eksisi. Angka morbiditas dari tindakan ini cukup tinggi. Dinding kista terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi selaput lendir. Kejadian yang tidak diharapkan adalah terjadinya obstruksi jaringan parut. Selanjutnya kista jaringan ikat tidak dapat kontraksi setelah drainase.
Morbiditas dapat pula disebabka oleh stasis bilier. Resiko lain adalah berkembangnya maligna akibat retensi kista. Untuk ini maka dianjurkan dilakukan reseksi kista.

Reseksi yang sukses memerlukan tindakan diseksi melingkar dengan memasukan plane antara kista dan vena porta sehingga memudahkan pengangkatan. Pada prosedur ini dapat terjadi cedera pada duktus pankreas. Prosedur alternatif lain dapat dilakukan bila secara anatomis porta terdesak oleh peradangan.

2. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah yang dijelaskan pada diagnosa kperawatan serta diarahkan untuk mencegah cedera. Secara umum tindakan keperawatan antara lain :
• Mengurangi rasa nyeri
• Membantu pasien untuk memulihkan konsep dirinya, menghadapi dan menerima realita serta mengembangkan pola pemecahan masalah.
• Mencukupi kebutuhan nutrisi.
• Mencukupi kebutuhan pertukaran gas.

DAFTAR PUSTAKA
Schwartz, Shires, Spenes, Principles of Surgery, Fith Ed. Mc. Graw Hill Book Co. 1988.
Sheila M. Sparks, Nursing Diagnosis Reference Man

askep INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
 masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
 Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal

Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
 Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
 Mobilitas menurun
 Nutrisi yang sering kurang baik
 System imunnitas yng menurun
 Adanya hambatan pada saluran urin
 Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

Pathway : terlampir






E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
 Terapi antibiotika dosis tunggal
 Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
 Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
 Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
 Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
 Interansi obat
 Efek samping obat
 Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
 Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
 Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh membahnayakan/
 Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
 Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
 Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
 Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
 Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
 Imobilisasi dalam waktu yang lama.
 Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
 Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
 Adakah disuria?
 Adakah urgensi?
 Adakah hesitancy?
 Adakah bau urine yang menyengat?
 Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
 Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
 Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas
 Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
 Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

J. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
 Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas
 Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih

2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
 Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
 Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.












DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

askep hernia

HERNIA

A. Definisi
- Adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga normal melalui lubang kongenital atau didapat(1).
- Adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya area dinding abdomen (3).
- Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an organ through the structure that normally cotains it (1).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat.

B. Etiologi
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi (2).

C. Klasifikasi
1. Menurut/tofografinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan sebagainya.
2. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya.
3. Menurut terlibat/tidaknya : hernia eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya).
Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria).
4. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya.
5. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata.



6. Nama penemunya :
a. H. Petit (di daerah lumbosakral)
b. H. Spigelli (terjadi pada lenea semi sirkularis) di atas penyilangan rasa epigastrika inferior pada muskulus rektus abdominis bagian lateral.
c. H. Richter : yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang terjepit.
7. Beberapa hernia lainnya :
a. H. Pantrolan adalah hernia inguinalis dan hernia femoralis yang terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh rasa epigastrika inferior.
b. H. Skrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke skrotum secara lengkap.
c. H. Littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum Meckeli.

D. Tanda dan Gejala
Umumnya penderita menyatakan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan.bnjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi.

E. Pathways










F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diameter anulus inguinalis

G. Penatalaksanaan (2)
- Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi.
- Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.
- Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat.
Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan dilakukan “bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois “end to end”.

H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul (3)
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri.
Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun.
a. Kaji dan catat nyeri
b. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat.
c. Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan).
d. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri.
e. Berikan analgesik sesuai program.

2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine  100 ml selama setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode 24 jam.
a. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
b. Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.
c. Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat.

3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan.
a. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus.
b. Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.
c. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.
d. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.



























DAFTAR PUSTAKA

1. Core Principle and Practice of Medical Surgical Nursing. Ledmann’s.
2. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
3. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
4. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.
5. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar UI. FK UI.