Pages

Sabtu, 05 Februari 2011

pneumonia

KONSEP PENYAKIT
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:
PNEUMONIA + STATUS ASMATIKUS
DI RUANG PENYAKIT PARU LAKI, RSUD DR.SOETOMO SURABAYA



A. KONSEP PENYAKIT
1. STATUS ASMATIKUS
a. Definisi
Status asmatikus adalah salah satu kedaruratan medis karena serangan asma akut yang refraktori, keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan β-adrenergik atau teofilin intravena.
b. Etiologi
1) Faktor genetik
2) Faktor lingkungan
3) Bahan alergen
4) Infeksi saluran nafas (terutama virus)
5) Polusi udara
6) Faktor makanan
Faktor pencetus biasanya:
1) alergen
2) fisik
3) bahan kimia
4) infeksi
5) faktor mekanik
6) faktor psikis

c. Manifestasi Klinis
1) Pasien menunjukkan gambaran dramatis ansietas akut, usaha bernafas dengan keras, takikardia, dan berkeringat.
2) Penyimpangan fungsi paru menyebabkan hipoventilasi alveolar dengan hipoksemia lanjut, hiperkapnia, dan asidemia.
3) Peningkatan PCO2 adalah indikasi objektif pertama.
4) Dehidrasi, batuk kronis, nafas pendek, mengii, obstruksi jalan nafas, hiperinflasi dan hipoksemia skunder terhadap ketidakcocokan ventilasi/perfusi dan penyimpangan pertukaran gas.
d. Patofisiologi
Asma

Pohon bronkial hiperaktif

Bronkospasme

Penyempitan jalan nafas

Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan O2 Peningkatan kehilangan air tak tampak
sebagai penguapan ekshalasi

Takikardia Penurunan masukan oral

Takipnea Plak mukosa

Gelisah Atelektasis

Hipoksemia
(Hudak & Gallo, 1997: 567)

e. Penatalaksanaan
1) Terapi O2, koreksi dehidrasi, koreksi nutrisi.
2) Terapi farmakologi: bronkodilator, metilksantin, amin simpatomimetik, dan kortikosteroid.

2. PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat.

b. Macam – macam pneumonia, etiologi, manifestasi klinis dan farmakoterapi:

Tipe Etiologi Faktor resiko Tanda dan gejala Farmakoterapi
Sindroma tipikal Strekokus pneumonia, tanpa penyulit.
Strekokus pneumonia,dengan penyulit (empyema penyebaran infeksi). Penyakit sickle sel, hipogamaglobulinemia, multiple myeloma. Onset mendadak dingin, menggigil, demam (39-400C), nyeri dada pleuritis, batuk produktif, sputum hijau dan purulen dan mungkin mengandung bercak darah”berkarat”, hidung kemerahan, retraksi interkostal,penggunaan otot aksesorius, timbul sianosis. Obat terpilih:
Penisilin G procain, IM aqueous cystalline penisilin G, IV penisilin V.
Obat efektif lainnya: eritromisin, klindamisisn, cephalosprin, penisilin laintrimetropin dan sulfametoksazol.
Sindroma atipikal Haemophilus influenzae.
Stafilokokus aureus.




Penyebab umum:
Mycoplasma pneumonia, virus patogen.



Penyebab tak umum:
Legionella pneumophilia.


pneumocystic carinii. Usia tua, COPD, influenza terakhir.






Anak-anak, dewasa muda.





ISN terbaru influenza.





Transplantasi ginjal,penyakit otoimun,defisit imunologi,debilitas.







Onset bertahap dlm 3-5 hari, malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, nyeri dad karena batuk.

Seperti di atas ditambah nyeri abdomen, diare, suhu >400C, distres pernafasan.

Gagal ginjal, hiponatremia, hipofosfatemia, kreatinin fosfokinase/onset bertahap dengan peningkatan dispneu, batuk kering, takipneu, hipoksemia, rontgen:gambaran interstitial diffus.
Penisilin G, ampisil.
Obat efektif lainnya;kloramfenikol (cefamandole, trimetroprim, sulfametoksazol, nafsilin).

Obat terpilih;eritromisisn.
Obat efektif lainnya: tetrasiklin.



Obat terpilih: eritromisin.
Obat efektif lainnya:rifampisin, gentamisin.

Trimetroprim, pentamidine.
Sindroma aspirasi Aspirasi: basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, serratia, enteribacter, escherichia proteus, basil gram positif.
Stafilokokus, aspirasi asam lambung. Alkoholisme debilitas, perawatan (misal infeksi nosokomial), gangguan kesadaran. Anaerob campuran:mulanya onset perlahan, demam rendah, batuk, sputum produksi/bau busuk, foto dada:jaringan interstitial yang terkena tergantung bagian parunya.
Infeksi gram positif/negatif.

Gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik, distres respirasi mendadak, dispneu berat, sianosis, batuk, hipoksemia, diikuti tanda-tanda infeksi skunder. Terapi antibiotika tergantung pada penyebab infeksi.
Hematogen Aspirasi zat inert: air, barium, bahan makanan. Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah; stafilokokus, E.coli, anaerob enterik. Kateter intravena yang infeksi, endokarditis, penyalahgunaan obat, abses intra abdomen, pyonefrosis, empyema kandung kemih. Gejala pulmonal timbul minimal jika dibandingkan gejala septikemia, batuk non produktif dan nyeri pleuritik sama seperti pada emboli paru merupakan keluhan tersering. Obat terpilih: nafcilin IV,ampisiln IV + gentamisisn/tobramisin, klindamisin IV, + gentamisisn/tobramisin.

c. Patofisiologi
Asma

Pohon bronkial hiperaktif

Bronkospasme

Penyempitan jalan nafas
Resiko kekurangan volume cairan
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan O2 Peningkatan kehilangan air tak tampak
sebagai penguapan ekshalasi
Bakteri/virus/zat alergen
Takikardia Penurunan masukan oral

Takipnea Plak mukosa

Gelisah Atelektasis

Hipoksemia
Aspirasi dari sekret yang berasal dari orofaring Kerusakan pertukaran gas
Inhalasi butiran-butiran dahak halus (droplet)
Saluran darah dari sumber infeksi yangberada diluar paru (hematogen)


Kuman masuk ke alveoli
Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh
Reaksi radang  meluas : Kohn dan sal.nafas ke parenkhim paru. Perubahan kenyamanan:
Nyeri dada pleuritik dan demam

Proses konsolidasi memenuhi satu segmen  satu lobus. Intolerans aktifitas


Jaringan paru padat  hepatisasi


d. Penatalaksanaan
1) Koreksi kelainan yang mendasari.
2) Tirah baring.
3) Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5) Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat atau adanya faktor resiko:
1) penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
2) Perokok berat.
3) Imobilisasi fisik lama.
4) Pemberian makanan melalui selang secara terus-menerus.
5) Obat-obatan imunosupresif (kemoterapi,kortikosteroid), mengisap.
6) Penyakit yang melemahkan (AIDS, kanker).
7) Menghirup atau aspirasi zat iritasn.
8) Terpapar polusi udara terus-menerus.
9) Terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi.
10) Penurunan tingkat kesadaran (stupor, letargi, pra-koma, koma).

b. Pemeriksaan fisik, tergantung agen penyebab:
1) Demam tinggi dan menggigil (awitan mungkin tiba-tiba dan berbahaya).
2) Nyeri dada pleuritik.
3) Takipnea dan takikardia.
4) Rales.
5) Pada awalnya batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan berkembnag menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecoklatan atau kemerahan dan seirngakli berbau busuk.Dispnea
6) Kelemahan danmalaise.
7) Kulit berwarna keabu-abuan atau sianosis
8) Keringat hilang timbul sesuai penurunan atau peningaktan demam
9) Periode sakit kepala selama 24-48 jam, mialgia, malaise, diikuti dengan demam, disosiasi nadi dan suhu (nadi relatif lambat pada demam tinggi. Normalnya nadi meningkat jika suhu mengingkat). Hal tersebut merupakan tanda klasik pada pneumonia legionella, viral dan mikoplasma.

c. Cari sumber infeksi saluran pernafasan atas (ISPA: luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, demam ringan).

d. Pemeriksaan diagnostik:
1) JDL menunjukkan peningkatan sel darah putih, pada pneumonia karena pneumokokus, legionella, klebsiella, stafilokokus dan hemophylus influenza dan akan normal pada pasien dengan pneumonia viral dan pneumonia mikoplasma.
2) Sinar X menunjukkan konsolidasi lobar pada psien dnegan pneumonia pneumokokus, legionella, klebsiella dan pneumonia hemophylus influenza. Pada pneumonia mikoplasma, viral dan stafilokokus akan terlihat infiltrat kemerahan.
3) Kultur spuutm menunjukkan adanya bakteri tapi pada pneumonia viral negatif.
4) Kultur darah akan positif jika pneumonia didapat dari penularan hematogen (staphylokokus aureus).
5) Pewarnaan gram positif jika infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif atau gram positif.
6) Aglutinin dingin dan fiksasi komplemen dilakukan untuk pemeriksaan viral.
7) Analisa gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80 mmHg) dan kemungkinan hipokapnia (PaCO2 kurang dari 35 mmHg).
8) Pemeriksaan fungsi paru-paru menunjukkan penurunan kapasitas vital kuat (KVK).
9) Bronkoskopi.

e. Kaji respons emosional terhadap kondisinya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
b. Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
c. Intolerans aktifitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
d. Perubahan kenyamanan: nyeri dada pleuritik dan demam b/d pneumonia.
e. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.

3. RENCANA INTERVENSI
a. Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
Batasan karakteristik: batuk produktif menetap,nafas cepat, sesak nafas, rales, analisa gas darah menunjukkan hasil tidak normal, warna kulit sianosis atau keabua-abuan, bunyi nafas tidak normal, pemeriksaan fungsi paru, volume tidal rendah.
Hasil pasien (kolaboratif): mendemostrasikan perbaikan ventilasi.
Kriteria evaluasi: bunyi nafas jelas, analisa gas darah dalam batas-batas normal, frekuensi nafas 12-24 per menit, frekuensi nadi 60-100 kali/menit, tidak ada batuk, meningkatnya volume inspirasi pada spirometer insentif.
Intervensi Rasional
• Pantau:status pernafasan @ 8 jam, tanda vital@4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, pemeriksaan fungsi paru-paru.
• Berikan ekspektoran sesuai dnegan anjuran dan evaluasi keefektifannya.
• Doorng pasien untuk minum minimal 2-3 liter cairan per hari.

• Lkaukan penghisapan jika pasien menderita kongesti paru tetapi refleks batuk tidak baik atau terjadi penurunan kesadaran.
• Doorng pasien untuk berhenti merokok.
• Pertahankan posisi fowler atau semi fowler.

• Berikan oksigen tambahan sesuai dnegna anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan hasil analisa gas darah.





• Ikuit prosedur pencegahan secara umum atau pencegahan khusus (menggunakan masker untuk penceghaan penularan melalui pernafasan, menggunakna sarung tangan bila menangani sekresi tubuh/darah).
• Pertahankan kontrol nyeri yang adekuat, jika pasien secara verbal menyatakan sakit pada pleura (nyeri pleuritik) khususnya sebelum latihan tarik nafas dalam.
• Doorng paisen untuk melakukan nafas dalam tiap 2 jam seklai dengan menggunakan spirometer insentif dan catat perkembangannya.
• Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


• Ekspektoran membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat keluar pada sat batuk.
• Membantu mengeluarkan sekresi. Cairan juga untuk membnatu mengalirkan obat-obatan di dalam tubuh.
• Penghisapan membersihkan jalan nafas.




• Nikotin dapat menyebabkan penyempitan.

• Posisi tegak lurus memungkinkan ekspansi paru lebih penuh dengan cara menurunkan tekanan abdomen pada diagfragma.
• Pemberian oksigen tambhan dapat menurunkan kerja pernafasan dengan menyediakan lebih bnayak oksigen untuk dikirim ke sel, walaupun konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dapat dilairkan mellaui masker oksigen, namun hal tersebut seringkali mencetuskan perasaan terancam bagi pasien, khususnya pada pasien dnegan distres pernafasan.
• Mencegah penyebaran penyakit.







• Pasien cenderung melakukan ekspnasi toraks terbatas untuk mengontrol nyeri pleuritik. Ekspansi toraks yang terbatas dapat menunjang terjadinya hipoventilasi dan atelektasis.

• Nafas dalam dapat mengembangkan alveolus dan mencegah atelektasis. Spirometer insentif dapat membantu meningkatkan nafa sdalam dan memungkinkan ukuran yang objektif terhadap kemajuan pasien.


b. Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik: menyatakan haus, hipernatremia, mukosa membran kering, urine kental, turgor buruk, berta badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, tekanan darah menurun.
Hasil pasien: mendemonstarsikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi: haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam, berta jenis urine 1,005-1,025, natrium serum dalam batas normal, mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak ada penurunan berta badan, tidak mengeluh kehausan.
Intervensi Rasional
• Pantau: masukan dan haluaran setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan mukosa membran tiap hari.
• Berikan terapi intravena sesuai dnegna anjuran dan berikan dosis pemeliharaan dan tindakan-tindakan pencegahan.









• Berikan caran per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dorong pasien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.
• Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
• Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.




• Selama fase akut, paisen sering terlalu lemah dan sesak, unutk meminum cairan per oral secara adekuat dan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat. Jika ada demam maka kebuuthna cairan akan meningkat, karena jika demam kehilangan cairan akan meningkat, sebab: keringat yang berlebihan, yang terjadi jika demam membaik; meningkatnya penguapan yang terjadi karena vasodilatasi perifer, hal tersebut terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
• Cairan membantu distribusi obat-obatan dalam tubuh, serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membnatu mencairkan mukus, kalori mambantu mennaggulangi kehilangan BB.
• Ini merupakan tanda-tanda kebuuthan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
3. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
4. Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
5. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
6. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
7. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar