Pages

Sabtu, 05 Februari 2011

THYPUS ABDOMINALIS

KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
THYPUS ABDOMINALIS


A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Penyakit infeksi akut pada saluran cerna (usus halus) denagn gejala demam > 1 minggu, gangguan saluran cera dan gangguan kesadaran.

2. PENYEBAB
Basil/kuman salmonella Typhosa, Salmonela paratyphosa.

3. PATOFISIOLOGI

Infeksi

Usus halus

Pembuluh limfe

Peredaran darah

Zat pirogen Organ – organ (hati, limpha)
(panas meningkat)
Berkembang biak
Hypertermia
Peredaran darah/bakterimia Ggn pemenuhan nutrisi


Lidah kotor Kelenjar limphoid usus halus
Diare (tukak pd mukosa usus/plak)
Bibir kering
Mual/muntah Ggn kebutuhan cairan

Bedrest Perdarahan (perforasi peritonitis) Ggn ADL
Kelemahan

Sumber: Depkes RI, 1993

TANDA DAN GEJALA
a. Minggu I : infeksi akut (demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, diare)
b. Minggu II : Gejala lebih jelas (demam, bradikardia relatif, lidah kotor, nafsu makan menurun, hepatomegali, ggn kesadaran).


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan leukosit
Pemeriksaan SGPT/SGOT
Biakan darah
Widal

KOMPLIKASI
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik

PENATALAKSANAAN
Perawatan  bedrest
Diet (pemberian makanan padat dini dengan lauk pauk rendah selulosa).
Obat/terapi

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Data Subyektif
Pasien mengeluh mual muntah, kepala pusing, badan lemas, nafsu makan berkurang.
Pasien mengeluh ngilu, nyeri otot.
Data Obyektif
Lidah kotor, BB menurun, porsi makan tidak habis, ggn sensasi pengecapan.
Gelisah, terdapat penurunan kesadaran, delirium.
Immobilisasi.
Pembesaran hepar (hepatomegali).
Diare, kadang disertai konstipasi.
S: hypertermia (> 37,50C), bradikardia relatif.
Pemeriksaan penunjang
Peningaktan titer uji widal 4x selama 2-3 minggu  demam typhoid.
Reaksi widal dengan titer 0  1: 320, reaksi widal dengan titer H  1: 640

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehlangan cairan berlebihan melalui muntah dan diare.
Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi salmonella typhi.
Resiko tinggi ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
Gan pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d kelemahan, immobilisasi.

RENCANA TINDAKAN/RASIONAL
Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
A. Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Awasi masukan dan keluaran, bandingkan dengan BB harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.
2) Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Kolaborasi:
3) Awasi nilai laboratorium: HB, HT, Na albumin.

4) Berikan cairan II seperti glukosa dan Ringer laktat.

Memberikan informasi tentang kebutuhan cairan/elektrolit yang hilang.


Indikator volume sirkulasi/perfusi.



Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein akibat muntah dan diare berlebihan.
Memberikan cairan dan penggantian elektrolit.

Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi salmonella typhi.
B. Intervensi Rasional
Mandiri:
Observasi suhu, N, TD, RR tiap 2-3 jam


Catat intake dan output cairan dlm 24 jam

Kaji sejauhmana pengetahuan keluarga dan pasien tentang hypertermia
Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu klien/keluarga dlm upaya tersebut:
Tirah baring dan kurangi aktifitas
Banyak minum
Beri kompres hangat
Pakaian tipis dan menyerap keringat
Ganti pakaian, seprei bila basah
Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
Anjurkan klien/klg untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan keluhan lain.


Kolaborasi:
Kolaborasi pengobatan: antipiretik, cairan dan pemeriksaan kultur darah.

Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh pasien untuk membuat perencanaan kebutuhan cairan yang masuk.
Mengetahui kebutuhan infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan pasien dengan hypertemia.
Upaya – upaya tersebut dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta meningkatkan kenyamanan pasien.










Penanganan perawatan dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk megurangi keluhan dan gejala penyakit pasien sehingga kebutuhan pasien akan kenyamanan terpenuhi.

Antipiretik dan pemberian cairan menurunkan suhu tubuh pasien serta pemeirksaan kultur darah membantu penegakan diagnosis typhoid.


Resiko tinggi ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
C. Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan porsi kecil tapi sering dan awarkan makan pagi dengan porsi paling besar.
2) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
3) Anjurkan makan dlm posisi duduk tegak.
4) Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari.
Kolaborasi:
5) Konsul ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.
6) Awasi glukosa darah.

7) Berikan obat sesuai indikasi: antasida, antiemetik, vitamin B kompleks.

Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi, anoreksi juga paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari.
Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan.
Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna/ditoleran bila makanan lain tidak.

Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan klien.

Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi pada klien dengan anoreksi.
Antiemetik diberikan ½ jam sebelum makan dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.
Antasida bekerja pada asam gaster dapat menurunkan iritasi/resiko perdarahan. Vitamin B kompleks memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.

Ggn pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d kelemahan, immobilisasi.
D. Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.



2) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.

3) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
4) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.

5) Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh: relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktifitas hiburan yang tepat contoh: menonton TV, radio, membaca.
6) Awasi terulangnya anoreksia.
Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktifitas dan posisi duduk tegak diyakini meurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke organ pencernaan.
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
Memungkinkan perode tambahan istirahat tanpa gangguan.
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat.
Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.



Menunjukkan kurangnya resolusi/eksaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut dan memerlukan penggantian program terapi.



















DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2. Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan Holistik Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
3. Donna D. Igatavicius, Kathy A. Hausman ( 1995), Medical Surgical Nursing: Pocket Companoin For 2 nd Edition, W. B. Saunders Company, Philadelphia
4. Lynda Juall Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
5. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
6. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga Cetakan II, Depkes RI, Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar